26 August 2007

sudahkah kita bersyahadat?

Perjanjian baru bisa dianggap sah secara hukum jika semua pihak yang terkait dengan sadar dan tanpa paksaan memilih untuk melakukannya, selain itu para pelaku sudah mampu mengerti segala tindakannya. Hal tersebut merupakan kondisi umum dalam setiap masalah dan tempat, maka jika ada satu pihak atau leboh melakukan perjanjian dalam keadaan tidak sadar atau berada dalam kondisi paksaan, dalam arti dia tidak punya pilihan lain, maka sebenarnya perjanjian itu tidak sah.
Perjanjian hampir selalu menimbulkan dampak dalam kehidupan para pelakunya. Perbedaan mungkin akan terjadi jika kita melakukan perbandingan antara saat sebelum dan sesudah melakukan perjanjian. Perjanjian interaksi bisa saja menimbulkan kehati-hatian dalam bertindak diantara masing-masing pihak yang terlibat. Semua tergantung pula jenis perjanjian yang dilakukan.
Terkait dengan kedua masalah tersebut, dalam Al-Quran menyebutkan bahwa seluruh ruh manusia pernah melakukan perjanjian dengan 4JJ1. Perjanjian tersebut dilakukan di alam ruh. Kita tidak pernah tahu kondisi saat di alam ruh. Apakah ruh-ruh tersebut sadar atau punya pilihan dalam melakukan perjanjian? Tidak ada satu pun manusia yang tahu, namun tulisan ini tidak akan menyatakan bahwa perjanjian tersebut tidak sah, sebab sebenarnya apapun kndisi yang ada di alam ruh, perjanjian tersebut merupakan perjanjianyang sah, karena perjanjian tersebut dilakukan oleh dua pihak yang berbeda tingkatan, yaitu pencipta dengan ciptaan. Perjanjian di alam ruh tersebut telah mengikat ruh yang ada dalam diri manusia untuk tunduk kepada 4JJ1, meskipun manusia itu tidak menyadari hal tersebut. Bukti hal tersebut adalah fitrah manusia untuk memiliki tempat untuk menggantungkan harapan dan kehidupannya, atau bisa dikatakan, fitrah manusia untuk bertuhan.
Tuhan di sini bukan hanya ditujukan kepada 4JJ1 dalam agama samawi dan dewa-dewa dalam agama ardli. Tuhan pun bisa jadi harta, jabatan, manusia lain, bahkan dirinya sendiri. Semua hal yang berhubungan dengan aktivitas manusia bisa menjadi tuhan bagi manusia itu.
Syahadat, hal ini lah yang menjadi dasar pembedaan antara muslim dan bukan muslim. Syahadat merupakan perjanjian antara manusia dengan 4JJ1. Hal itulah yang menjelaskan mengapa syahadat menjadi rukun Islam yang pertama. Syahadat merupakan penguat dan pengingat peristiwa perjanjian yang dilakukan ruh dengan 4JJ1. Syahadatlah yang menjadi jalan penyegaran kembali perjanjian antara ciptaan dan pencipta.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, sudahkah diri kita bersyahadat? Coba kita kembali melihat kejadian-kejadian yang telah lalu. Jika melihat syarat sah sebuah perjanjian, kesadaran dalam bertingkah laku, atau dalam Islam disebut sebagai kondisi telah baligh, maka syahadat yang kita lakukan sebelum masa baligh bukanlah syahadat yang sah.
Sholat, di sinilah kita sering mengucapkan syahadat, namun syahadat yang dilakukan dalam sholat bukan pula perjanjian yang sah, sebab dilakukan bukan karena niat untuk berjanji, tapi karena pembacaan syahadat di sini merupakan bagian dari perbuatan sholat. Islam mengajarkan hanya boleh ada satu niat untuk satu perbuatan, misalnya kita harus memilih antara niat Puasa Nabi Daud atau Puasa Romadlon, kita tidak bisa berniat untuk kedua puasa tersebut dalam satu hari puasa.
Adakah lagi peristiwa di mana kita bersyahadat? Bersyahadat yang dimaksud adalah bersyahadat untuk berjanji setia kepada 4JJ1 dan pengakuan bahwa Muhammad saw adalah seorang rosul. Bukan syahadat yang dilakukan karena merupakan bagian dari aktivitas yang lain. Jika belum, maka bersyahadatlah dengan sadar, dan maknai syahadat itu. Namun, jangan asal bersyahadat, sebab bersyahadat juga merupakan ibadah yang ada pedoman pelaksanannya dari rosul. Kita harus bersyahadat sesuai yang diajarkannya, sebab jika tidak maka kita telah melakukan bid’ah. Silakan mencari sendiri pedoman bersyahadat ala rosul.
Sebagai penutup, tulisan ini tidak menyatakan bahwa, yang belum bersyahadat kembali bukanlah seorang muslim dan amalannya tidak diterima, karena hanya 4JJ1 dan orang-orang yang diridloi-Nya saja (ulama) yang berhak menyatakan hal itu. Tulisan ini hanya ingin mengajak para pembaca untuk merenung kembali, menyegarkan kembali keimanan, memaknai kembali ketaqwaan, dan yang terpenting untuk melihat kembali hal-hal yang selama ini pernah terlihat hanya saja dari sudut pandang berbeda.

2 comments:

maaf ninggalin pesen disini, oggixya gagal terus . ngedit title? title blog atau post? utk layout atau tamplate? kmarin eror spt apa?

Asalamualaikum.. Wr. Wb..

Saya seorang muslim keturunan.. setelah membaca artikel tentang sahadat ulang, hati saya merasa terketuk. dan muncul pertanyaan. harus kemana dan dengan siapa saya bersahadat.. apakah melakukan sahadat dengan sendiri dalam hati dan ucapan sudah terpenuhi sahadat saya. mohon pencerahanya..

Post a Comment